Deskripsi Minyak Atsiri Kayu Putih (Melaleuca leucadendron Linn), Ylang-ylang (Cananga odorata), Dan Serai Wangi (Cymbopogon nardus)
Oct 7, 2019
Edit
1.1 Latar Belakang
Minyak atsiri merupakan hasil biosintesis lanjutan (metabolisme) terhadap hasil utama proses fotosintesis daun. Proses metabolisme tersebut berlangsung pada bagain jaringan tanaman seperti akar, batang, kulit, daun, bunga, buah dan biji. Tanaman penghasil minyak atsiri memiliki peran fisiologis adalah pertahanan dan penangkis serangan eksternal seperti organisme perusak dan penetralisir racun. Minyak atsiri mempunyai sifat, antara lain mudah menguap pada suhu kamar, mempunyai rasa getir, berbau wangi sesuai dengan tanaman yang menghasilkannya dan larut dalam pelarut organik (Widiyanto dan Siarudin, 2013).
Penggunaan minyak atsiri beserta turunannya di seluruh dunia meningkat sekitar 8-10%, termasuk Indonesia, Thailnand, dan Haiti (Untung, 2009). Peningkatan ini terjadi akibat adanya masyarakat mulai menyadari akan pentingnya minyak atsiri untuk industri parfum, kosmetik, dan kesehatan. Pola pikir masyarakat yang mulai berubah dari penggunaan bahan-bahan senyawa sintetik ke bahan alami, sehingga meningkatnya permintaan minyak atsiri (Widiyanto dan Siarudin, 2013). Minyak atsiri dapat dihasilkan dari berbagai tanaman, diantaranya adalah Kayu putih, Ylang-ylang, dan Serai wangi.
Tanaman Kayu putih, Ylang-ylang, dan Serai Wangi merupakan tanaman penghasil minyak atsiri terbanyak di Indonesia. Minyak astsiri yang dihasilkan oleh tanaman tersebut mempunyai perbedaan manfaat atau kegunaan, rendemen, aroma, dan sifat-sifatnya antara satu sama lainnya. Oleh sebab itu makalah ini disusun untuk mengetahui ruang lingkup minyak atsiri terhadap tanaman Kayu putih, Ylang-ylang, dan Serai wangi.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah makalah ini adalah bagaimana ruang lingkup tentang minyak atsiri Kayu putih (Melaleuca leucadendron Linn), Ylang-ylang (Cananga odorata), dan Serai wangi (Cymbopogon nardus)?
1.3 Tujuan Makalah
Tujuan makalah ini adalah mengetahui dan memahami ruang lingkup tentang minyak atsiri Kayu putih (Melaleuca leucadendron Linn), Ylang-ylang (Cananga odorata), dan Serai wangi (Cymbopogon nardus).
II. ISI
2.1 Minyak Atsiri Kayu Putih (Melaleuca leucadendron Linn)
Minyak atsiri kayu putih atau sering disebut dengan Cajuput oil. Cajuput oil memiliki kemiripan dengan eukaliptus-flavor atau minyak essensial yang banyak digunakan dalam pembuatan permen-permen ternyata juga dimanfaatkan sebagai salah satu komponen dalam pembuatan produk konfeksioneri (Halimah, 1997). Cajuput oil digunakan sebagai pembuatan produk konfeksioneri yang memberikan nilai tambah pada produk dengan kandungan senyawa-senyawa yang mampu menghangatkan tubuh. Cajuput oil memiliki kandungan senyawa-senyawa mikroba. Menurut Dharma (1985) bahwa minyak kayu putih/cajuput oil merupakan obat luar untuk sakit mulas, sakit kepala, sakit gigi, sakit telinga, kejang dan kaku pada kaki, berbagai jenis nyeri, luka bakar dan dapat digunakan sebagai obat dalam (internal).
Minyak atsiri kayu putih dapat diperoleh melalui proses penyulingan. Daun yang digunakan merupakan daun tanaman muda (tidak lebih dari 6 bulan) karena kandungan minyaknya lebih tinggi. Minyak ini bersifat mudah menguap dan mempunyai bau khas. Minyak ini sering dipalsukan melalui penambahan minyak tanah dan bensin (Nurramdhan, 2010).
Utomo dan Mujiburohman (2018) menyatakan bahwa minyak atsiri kayu putih menggunakan daun kering maupun basah semakin lama waktu penyulingan maka volume minyak yang diperoleh juga semakin banyak. Hal ini terjadi akibat adanya jumlah minyak yang terlarut dalam pelarut yang digunakan (air) pada dasarnya tergantung pada nilai kelarutan minyak atsiri kayu putih dalam air, yang ditandai dengan tidak terjadinya perubahan volume minyak meski lamanya waktu penyulingan ditambah. Daun kering dapat menghasilkan volume lebih besar daripada daun segar. Hal ini disebabkan kandungan air yang berada pada daun segar yang mampu menghalangi difusi minyak yang tergandung pada daun kayu putih ke pelarut (uap air) sehingga minyak yang terkandung tidak terambil secara maksimal. Sedangkan daun kering tidak banyak mengandung air sehingga setelah dipotong dan didestilasi minyak kayu putih dapat terambil secara maksimal.
Kualitas minyak atsiri kayu putih yang bagus ditandai dengan warna kuning muda dan beraroma khas minyak kayu putih. Kualitas minyak atsiri kayu putih ini juga dapat diperhatikan banyaknya hasil rendemennya. Menurut Utomo dan Mujiburohman (2018) menyatakan bahwa variabel daun segar menghasilkan rendemen minyak kayu putih yang sedikit (0,15-0,20%) dibandingkan dengan variabel daun kering (0,50-0,79%) yang diperoleh dengan operasi optimum pada suhu 1000C dengan waktu destilasi 5 jam.
Nurramdhan (2010) menyatakan bahwa warna minyak kayu putih adalah hijau bening, yang disebabkan adanya tembaga dari ketel-ketel penyulingan miinyak kayu putih dan senyawa organik yang kemungkinan adalah klorofil. Untuk memisahkan senyawa tembaga dapat menggunakan larutan asam tartarat pekat. Namun apabila warna hijau tersebut disebabkan oleh klorofil atau bahan organik, maka minyak dapat dipucatkan dengan menggunakan karbon aktif. Proses rektifikasi dapat mengeliminasi warna yang tidak dilakukan di daerah-daerah produksi.
Petani atau pedagang perantara membuat minyak atsiri kayu putih yang kadang-kadang dicampur dengan asam lemak atau dengan kerosen. Bau minyak kayu putih sedemikian kerasnya sehingga saat dilakukan penambahan kerosen atau asam lemak, minyak kayu putih tersebut tidak menunjukkan perubahan bau. Pengujian sederhana pedagang pribumi menggunakan cara mengocok minyak atsiri kayu putih didalam botol. Apabila membentuk busa dan gelombang-gelombang udara yang naik ke permukaan tidak segera hilang, hal ini menandakan bahwa adanya penambahan kerosen atau bensin kedalamnya (Nurramdhan, 2010).
Kandungan aroma yang berbentuk dari hijau daun (chlorophly) dimana unsur kandungan tersebut bersatu dengan glukosa yang menciptakan glukosida yang disalurkan ke seluruh tubuh tumbuhan. Tumbuhan akan menghasilkan zat penawar (enzim) yang menyerbu glukosida sehingga mengakibatkan terciptanya minyak atsiri.
2.2 Minyak Atsiri Ylang-ylang (Cananga odorata)
Tanaman Ylang-ylang adalah komoditas penghasil minyak atsiri yang bernilai ekonomi tinggi. Tanaman ini mempunyai daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan tempat tumbuhnya. Penyebaran utama untuk ylang-ylang berada di dataran rendah yang lembab dan panas serta mengalami periode kering tertentu. Pengembangan tanaman ini dapat terjadi di tanah yang aerasinya baik dan solumnya dalam tanpa ada lapisan batu atau padas, karena tanaman memiliki perakaran yang dalam (Permana, 2009).
Penyimpanan bunga adalah perlakuan awal terhadap bahan yang mengandung minyak. Penyimpanan bunga dipengaruhi oleh beberapa faktor luar diantaranya kelembapan dan suhu penyimpanan untuk menjaga kesegaran produk. Tingkat kelembapan relatif yang direkomendasikan untuk penyimpanan adalah 90-98%. Kelembapan yang terlalul tinggi menyebabkan kondensasi dan sebagai akibatnya pada mahkota bunga akan terjadi kerusakan disebabkan oleh tumbuhnya cendawan (Kurniawan, 2000).
Penyulingan minyak atsiri ylang-ylang menggunakan cara penyulingan uap langsung. Hasil suling dipisahkan menjadi beberapa fraksi yang memiliki komponen kimia dan mutu yang berbeda. Fraksi yang ditampung berbeda-beda dalam komposisi kimia dan kualitasnya dimana frkasinasi yang paling sederhana adalah berdasarkan waktu. Fraksi hasil penyulingan minyak ylang-ylang dikenal dengan fraksi ekstra, fraksi pertama, dan kedua. Fraksi ekstra merupakan fraksi minyak atsiri dengan mutu paling baik yang memiliki kadar ester dan eter paling tinggi dan kadar sesquiterpen paling rendah, sedangkan fraksi berikutnya mempunyai kadar ester dan eter yang makin rendah dan sesquiterpen semakin tinggi (Permana, 2009).
Komponen utama minyak ylang-ylang adalah benzil asetat (33%), β-kariofilin (12%), linalool (5%) dan benzil alkohol (1%). Linalool menyebabkan minyak ylang-ylang berbau jeruk segar (Rusil et al. 1987). Komponen penyusun minyak kenanga mempunyai kandungan yang hampir sama dengan komponen minyak ylang-ylang. Minyak kenanga banyak mengandung sesquiterpen, sesquiterpen alkohol, dan eternya sedikit, sehingga memiliki aroma yang lebih berat dan sebaliknya minyak ylang-ylang lebih banyak mengandung ester, sehingga aroma lebih tajam dan halus.
Rendemen minyak ylang-ylang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain cara penyulingan, lingkungan tempat tumbuh, waktu petik bunga, kematangan bunga dan penangangan bunga sebelum penyulingan (Nurdjannah, 2006).
2.3 Minyak Atsiri Serai Wangi (Cymbopogon nardus)
Serai wangi merupakan tanaman penghasil minyak atsiri, yang tergolong sudah dikembangkan saat ini. Hasil penyulingan tanaman ini dikenal dengan nama citronella oil. Minyak yang dihasilkan dari Indonesia di pasaran dunia disebut dengan nama Java citronella oil (Fardaniyah, 2007).
Serai wangi mengandung citronella oil dan geraniol oil. Persentase kedua minyak atsiri ini tergantung dari tiap tipe. Tipe maha pengiri, merupakan tipe yang paling banyak mengandung citronella oil dibandingkan dengan Lena Batu (Fardaniyah, 2007).
Surahadikusumah (1989) menyatakan bahwa kandungan batang serai wangi adalah 0,4% minyak atsiri dengan komponen utama sitronelol 66-85%, daun serai mengandung 1% minyak atsiri dengan komponen utama sitronella dan genaril 25-35%. Minyak atsiri ini juga mempunyai kandungan geranil butirat, sitral, limonen, eugenol dan metileugenol. Minyak atsiri serai wangi ini dapat dimanfaatkan sebagai pengusir serangga, sebagai bahan campuran pada industri sabun dan parfum, pasta gigi, dan obat-obatan.
Minyak serai wangi dapat diperoleh dengan cara penyulingan. Proses penyulingan minyak serai wangi menggunakan cara penyulingan uap atau indrect distilation. Serai wangi yang sudah dipersiapkan akan dimasukkan kedalam ketel kemudian dialiri uap air dari keterl yang berbeda. Kemudian terjadi penguapan minyak serai wangi, tetapi uap yang dihasilkan masih bercampur dengan uap air. Campuran uap air tersebut dialirkan ke alat pendingin yang akan terjadi pengembunan dan akan dialirkan ke alat pemisah yang menghasilkan minyak atsiri serai wangi (Fardaniyah, 2007).
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan makalah minyak atsiri ini adalah :
- Minyak atsiri kayu putih diperoleh dengan cara penyulingan air dengan warna minyak kuning muda beraroma kayu putih terdiri dari komponen penyusun minyaknya yaitu cineol, terpineol, pinene, benzaldehyde, limonene, dan sesquiterpe.
- Minyak atsiri ylang-ylang diperoleh dengan cara penyulingan uap menghasilkan warna pucat atau kuning kecoklatan beraroma ylang-ylang yang terdiri dari komponen utama minyak yaitu benzil asetat, kariofilin, linalool, dan benzil alkohol.
- Minyak atsiri serai wangi diperoleh dengan cara penyulingan uap yang menghasilkan senyawa sitronella dan geraniol.
3.2 Saran
Saran pada makalah ini adalah makalah ini perlu dilanjutkan dengan melakukan penjelasan tentang struktur senyawa yang dimiliki masing-masing minyak atsiri tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standardisasi Nasional. 2006. Minyak Ylang-ylang. SNI 06-7244-2006. Jakarta.
Dharma, A. P. 1985. Tanaman Obat Tradional Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta.
Fardaniyah, F. 2007. Pengaruh Pemberian Minyak Serai Wangi (Cymbopogon nardus [L] Rendle) terhadap Infestasi Lalat Hijau (Chrysomya megacephala [Fab]. IPB. Bogor.
Halimah. 1997. Pembuatan Cajuput Candy sebagai salah Satu Alternatif Produk Konfeksioneri Khas Indonesia. [Skripsi]. IPB. Bogor.
Ketaren, S. 1990. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Balai Pustaka. Jakarta.
Kurniawan, A. 2000. Pengemasan dalam Penyimpanan Konvensional untuk Meningkatkan Mutu dan Memperpanjang Kesegaran Bunga Gladiol Potong (Gladiolus hyridus) [Skripsi]. IPB. Bogor.
Nurdjannah, N. 2006. Minyak Ylang-ylang dalam Arometrapi dan Prospek Pengembangan di Indonesia. Prosiding Konferensi Nasional Minyak Atsiri. Solo.
Nurramdhan, I. F. 2010. Daya Hambat Minyak Kayu Putih dan Komponen Penyusun Flavor Cajuput Candy terhadap Akumulasi Biofilm Streptococcus mutans dan Streptococcus sobrinus secara In Vitro. [Skripsi]. IPB. Bogor.
Permana, R. A. 2009. Rendemen dan Mutu Minyak Ylang-ylang Hasil dari Penyimpanan Bunga. IPB. Bogor.
Rusli et al. 1987. Indentifikasi Sifat Fisika-Kimia beberapa Macam Minyak Mentha, Cananga dan Litsea. Litri Vol. XII (3-4) : 7-8.
Surahadikusumah, E. 1989. Kimia TumbuhanI. Pusat Anatar Universitas Ilmu Hayat. IPB. Bogor.
Untung, O. 2009. Minyak Atsiri, Vol 07. PT Tubus Swadaya. Jakarta.
Utomo, D. B. G dan Mujiburihman, M. 2018. Pengaruh Kondisi Daun dan Waktu Penyulingan terhadap Rendemen Minyak Kayu Putih. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
Widiyanto,A. dan Siarudin M. 2013. Karakteristik Daun dan Rendemen Minyak Atsiri Lima Jenis Tumbuhan Kayu Putih. Balai Penelitian Teknologi Agroforestry. Ciamis-Banjar.