Gambaran Umum Tanaman Balangeran
Postingan ini diperbarui 18 Oktober 2021
Botani
Balangeran merupakan salah satu jenis tanaman yang cukup potensial untuk dikembangkan di hutan rawa gambut yang termasuk jenis pohon komersial berhabitat secara berkelompok. Adapun klasifikasi tanaman balangeran (Shorea balangeran) menurut Martawijaya et al., (1989), sebagai berikut :
Sifat Fisik
Tanaman balangeran dapat tumbuh mencapai tinggi pohon 20-25 cm, mempunyai batang bebas cabang 15 cm, diamater mencapai 50 cm, biasanya tidak terdapat banir. Tanaman balangeran dewasa mempunyai kulit luar berwarna merah tua sampai hitam, dengan tebal 1-3 cm, mempunyai alur dangkal, kulit tidak mengelupas.
Jika dilihat dari terasnya berwarna coklat-merah atau coklat tua, sedangkan kayu gubal berwarna putih kekuningan atau merah muda, dengan ketebalan 2-5 cm. Tekstur kayunya agak kasar sampai kasar dan merata. Kayunya mempunyai serat lurus, jika diraba pada permukaan kayunya licin dan pada beberapa tempat terasa lengket karena adanya damar (Suryanto & Savitri, 2012).
Tanaman atau kayu balangeran tergolong kelas kuat II dan mempunyai berat jenis 0,86. Kayunya tidak mengalami penyusutan ketika dikeringkan. Dan termasuk ke dalam kelas awet III (I-III) serta tahan terhadap jamur pelapuk. Kegunaan kayu balangeran antara lain dapat dipakai untuk balok dan papan pada bangunan perumahan, jembatan, lunas perahu, bantalan dan tiang listrik (Suryanto & Savitri, 2012).
Ekofisologis
Daerah persebaran jenis tanaman balangeran ini terdiri dari pulau Sumatera dan Kalimantan. Persebaran di Sumatera terdapat di Sumatera Selatan yaitu Bangka Belitung, sedangkan di pulau Kalimantan terdapat di Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah. Nama daerah di setiap daerah berbeda, di Kalimantan dikenal dengan nama balangeran, kahoi, dan kawi, sedangkan di Sumatera dikenal dengan nama balangeran, belangir, dan melangir (Suryanto & Savitri, 2012).
Tanaman balangeran tersebar pada hutan primer tropis basah yang tergenang air, di daerah rawa atau di pinggir sungai, pada tanah liat berpasir, tanah liat dengan tipe curah hujan A-B pada ketinggian 0-100 m dpl. Tanaman balangeran dapat dilakukan dengan permudaan buatan melalui menanam bibit yang tingginya 30-50 cm dengan penanaman di dalam janur dengan lebar 2-3 m yang telah dibersihkan. Jarak tanam 3 m dengan jarak antar jalur 5-6 m. Pada tanaman muda memerlukan pemeliharaan selama 4-5 tahun. Ketika dewasa memerlukan kondisi cahaya penuh, sehingga diperlukan pemeliharaan dengan membuka ruang tumbuh (Hyne, 1987).
Musim berbunga dan berbuah tidak terjadi setiap tahun. Musim berbuah sangat dipengaruhi oleh keadaan setempat. Biasanya buah masak seringkali bersamaan dengan famili Dipterocarpaceae yaitu bulan Febuari, April sampai Juni. Buah balangeran tergolong cepat berkecambah, dan hanya dapat disimpan selama 12 hari di dalam wadah yang diberi arang basah (Suryanto & Savitri, 2012).
Ciri Umum
Adapun ciri-ciri tanaman balangeran ini adalah (Martawijaya et al., 1989):
- Warna kayu teras berwarna coklat-merah atau coklat tua. Kayu gubal berwarna putih kekuning-kuningan atau merah muda, tebal 2-5 cm dan tidak sulit dibedakan dari kayu teras.
- Tekstur kayu agak kasar sampai kasar dan merata.
- Arah serat lurus agak berpadu.
- Kesan raba, permukaan kayu licin dan pada beberapa tempat terasa lengket karena damar.
- Kilap, permukaan kayu agak kusam sampai mengkilap.
Sifat fisis tanaman balangeran (Martawijaya et al., 1989).
Berat jenis 0,73-0,98 dan kelas kuat II-I.
Sifat Kimia tanaman balangeran (Martawijaya et al., 1989).
Kadar selulosa (55,3%), lignin (31,2%), pentosan (10,7%). Kelarutan Alkohol-benzena (3,5%), air dingin (1,5%), dan air panas (2,1%), NaOH 1% (11,4%). Dan nilai kalor (4.701 cal/g).
Baca juga: Laporan Silvikultur Pemeliharaan dan Pengukuran Tanaman Balangeran
Sumber:
Hyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Badan Litbang Kehutanan. Jakarta
Martawijaya, A., Kartasujana, I., Mandang, Y. I., Prawira, S. A., & Kadir, K. 1989. Atlas kayu Indonesia jilid II. Badan Litbang Kehutanan Indonesia. Bogor.
Suryanto, T. S. H., & Savitri, E. 2012. Budidaya Shorea balangeran di lahan gambut. Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru, 1(1), 1-110.