4 Kegiatan Pemintalan Benang Sutera
Pemintalan (reeling) adalah suatu teknik memutar dimana serat ditarik keluar, dipentir, dan digulung ke gelendong. Proses pemintalan ada beberapa cara tergantung bahan baku yang akan diolah. Tetapi pada dasarnya sama, yaitu membuat untaian serat-serat yang secara terus menerus dan tetap dengan diameter dan antihan yang telah ditentukan.
Benang merupakan susunan serat-serat yang teratur dengan arah memanjang dimana dibuat dengan menarik sedikit demi sedikit dan diberi antihan sehingga menghasilkan untaian dan lilitan yang continue.
Benang sutera merupakan hasil hutan bukan kayu yang diperoleh dari sutera alam. Menurut Kasmudjo (2010) menyatakan bahwa sutera alam adalah jenis sutera yang diperoleh secara alam dengan cara membudidaya sampai pemeliharaan larva berupa ulat sutera dengan pedoman tertentu.
Untuk pemeliharan ulat sutera diberi pakan dari daun tumbuhan tertentu, contoh daun murbei. Dimana pada siklus menjelang menjai kepompong atau disebut dengan kokon tetap diberikan pakannya. Kokon ini merupakan kumpulan serat yang dirangkai secara rapi oleh pupa sebelum berubah menjadi ngegat (kupu-kupu).
Dimana dilakukan pemintalan, maka dari serat kokon ini dapat diperoleh benang sutera dan apabila benang tersebut ditenun akan dihasilkan kain sutera alam.
Kegiatan pemintalan benang sutera adalah kegiatan seleksi kokon, pengeringan kokon, perebusan kokon, dan pengambilan filamen dan pemintalannya (Kasmudjo, 2010).
Berikut Penjelasannya.
Baca juga: 3 Jenis Hasil Hutan Bukan Kayu [Part 1]
1. Seleksi Kokon
Kegiatan ini memperhatikan keadaan kokon dengan memilih kokon yang baik, seperti bersih, besar, putih dan tidak cacat serta dibersihkan dari bulu-bulu luar (serabut) yang ada.
Jenis kokon yang cacat mempunyai ciri-ciri, sebagai berikut kokon kembar, kokon berlubang, kokon kotor dalam, kokon kotor luar, kokon berujung tipis, kokon dengan kulit tipis, kokon gampang, dan lain sebagainya.
Keberhasilan kegiatan produksi dalam persuteraan alam dipengaruhi oleh beberapa faktor lain yaitu kualitas bibit sutera, kualitas pakan ulat sutera, kondisi lingkungan saat mengokon, seleksi kokon, penyimpanan dan pengakutan kokon (Andadari dan Sunarti, 2015).
Untuk memperoleh kokon yang baik, digunakan pakan ulat dengan menyesuaikan umur ulat atau fase ulat. Ulat kecil yaitu pada instar I-III diberi pakan daun murbei spesies Morus multicaulis, yaitu jenis murbei yang mempunyai kandungan karbohidrat dan air paling tinggi dibandingkan jenis murbei lainnya.
Karbohidrat dan air merupakan nutrisi yang paling diperlukan oleh ulat kecil dalam pertumbuhan yang optimal sehingga akan menjadi ulat besar yang sehat. Ulat pada intar IV-V diberi pakan daun murbei jenis Morus cathayana, yaitu jenis murbei yang mempunyai kandungan protein paling tinggi dibandingkan jenis lainnya.
Ulat yang sudah besar kemudian diletakkan dalam rak-rak plastik dalam pembentukan kokon (Andadari dan Sunarti, 2015).
2. Pengeringan Kokon
Kegiatan ini bertujuan supaya mematikan pupa, mengeringkan serat-serat kokon basah menjadi kering dan serat-serat tersebut dapat terhindar dari serangan parasit (maggot).
Pengeringan kokon ini dapat dilakukan dengan pengeringan dalam tanur, panas matahari, dan dengan udara panas.
Menurut Kasmudjo (2010) menyatakan bahwa kokon pasca pengeringan apabila harus menunggu proses pemintalan yang lama dapat disimpan sampai 6 bulan.
Pengeringan kokon bertujuan untuk mematikan pupa dan mengurangi kadar air yang ada pada kokon. Pengeringan dilakukan hingga kadar air kokon mencapai kering standar, yaitu 6-12%. Kering standar dicapai apabila rasio kokon kering dan kokon segar berkisar 38-42% (Basri et al., 2009).
Untuk memperoleh benang sutera dengan kualitas standar, direkomedasikan untuk proses pengeringan kokon menggunakan metode udara panas. Pemakaian bagian suhu yang tepat selama proses pengeringan kokon dapat mempertahankan daya gulung yang tinggi dan menghasilkan benang sutera berkualitas baik.
Alat pengeringan kokon didesain oleh P3HH Bogor EB-2005D mempunyai kelebihan, yaitu menghasilkan kokon kering dengan warna putih bersih dan merata serta rendemen benang suteranya lebih tinggi dibandingkan dengan rendemen benang sutera dari yang lainnya (Basri et al., 2009).
Baca juga: Makalah Tanaman Bajakah
3. Perebusan Kokon
Kegiatan ini dilakukan dengan cara air panas suhu 60-100 derajat Celsius dilakukan pada awal sebelum pemintalan supaya melarutkan zat serisin yang berada pada bagian luar serat kokon (Kasmudjo, 2010) .
Bagian dalam serat kokon merupakan serat yang akan diambil dan dipintal tersusun atas zat fibroin yaitu inti serat kokon tersebut dan sumber penyusun benang sutera alam yang dihasilkan.
Sebelum kokon dipintal, dialakukan pemasakan atau perebusan terlebih dahulu. Kokon dimasak dalam mesin pemasak khusus yang disebut dengan mesin boiling pada suhu 80 derajat celsius selama 15 menit. Bejana yang terdapat pada mesin pemasak diisi dengan kokon dengan jumlah yang sama banyaknya. Bejana yang telah berisi 75 derajat celsius dan ditutup rapat. Aliran uap dalam mesin diatur sampai mecapai 80 derajat celsius, setalah 15 menit kokon diangkat dan dipindahkan ke tempat pemintalan (Nurjayanti, 2011).
4. Pengambilan Filamen dan Pemintalannya
Kegiatan ini dilakukan dengan bantuan sikat dari sabut tempurung kelapa dan sabut ijuk yang diputar-putar dan dikenakan pada masing-masing kokon direbus. Selama proses pemintalan, memungkinkan adanya serat-serat kokon yang putus dan harus dilakukan penyambungan.
Menurut Kasmudjo (2010) menyatakan bahwa indeks atau nilai yang menyatakan banyaknya sambungan serat/benang sutera alam yang dipintal disebut dengan niali Reelabilty (R).
Kokon yang telah selesai dimasak kemudian dicari ujung seratnya dengan menggunakan mesin pintal otomatis dan semi otomatis. Kokon yang sudah dimasukkan ke bagian mesin yang khusus mencari dan mengumpulkan ujung serat.
Kokon yang ujung seratnya sudah terkumpul selanjutnya dipindahkan ke bagian mesin pemintal untuk dipintal. Serat-serat sutera kemudian dikumpulkan menjadi satu lembar benang sutera yang terdiri dari 10-20 filamen kokon (Nurjayanti, 2011). Benang-benang sutera tersebut selanjutnya dipelintir dengan menngunakan mesin semi otomatis dan digulung dalam haspel-haspel kecil.
Rereeling adalah kegiatan memindahkan hasil benang dari mesin reeling yang masih ada di haspel kecil ke haspel besar. Setiap haspel besar mampu menampung lima buah haspel kecil. Kapasitas pemindahan ini mencapai 1 kg benag sutera per jamnya dengan tenaga kerja 2 orang. Benang dari haspel besar sepanjang 1 meter kemudian disetreng dan dililit (Nurjayanti, 2011).
Pengepresan dilakukan setelah benang dililit. Satu pres benang sutera rata-rata mempunyai berat 1 kg yang terdiri dari 36 lilitan (Nurjayanti, 2011). Setelah benang dipres dan ditimbang, kemudian benang dimasukkan ke dalam kantong plastik yang telah diberi label dan siap untuk dijual.
Baca juga: 3 Jenis Produk Hasil Hutan
Sumber:
Andadari, L., & Sunarti, S. 2015. Kualitas Kokon Hasil Persilangan Antara Ulat Sutera (Bombyx Mory L.) Ras Cina Dan Ras Jepang. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan, 9(1), 43-51.
Basri, E., Kaomini, K., & Yuniarti, K. 2009. Kualitas Filamen Dan Benang Sutra Dari Kokon Hasil Uji Coba Pengeringan Dan Penyimpanan Menggunakan Alat Desain P3hh Bogor. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 27(3), 213-222.
Kasmudjo. 2010. Teknologi Hasil Hutan. Cakrawala Media. Yogyakarta.
Nurjayanti, E. D. 2011. Budidaya Ulat Sutera dan Produksi Benang Sutera Melalui Sistem Kemitraan Pada Pengusahaan Sutera Alam (PSA) Regaloh Kabupaten Pati. Mediagro, 7(2).
Lamboris Pane