4 Papan Tiruan dari Kayu
Postingan ini diperbarui 16 Oktober 2021
Apabila kayu diolah dapat menghasilkan suatu produknya dan limbahnya. Limbahnya ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk pelet kayu dan papan tiruan.
Pada kesempatan ini, kita akan memperlajari tentang papan tiruan. Papan tiruan ini merupakan produk pemanfaatan kayu atau limbah kayu. Papan tiruan ini dapat digolongkan sebagai papan majemuk, papan komposit, papan bentukan dan lain sebagainya.
Papan tiruan ini membutuhkan bahan perekat baik itu perekat organik maupun anorganik. Perekat organik berupa tepung tapioka, tanin, dan lain sebagainya sedangkan perekat anorganik berupa semen.
Pada umumnya dalam pembuatan papan tiruan ini membutuhkan bahan baku berupa, limbah kayu dari eksploitasi maupun pengolahan, log berukuran kecil terutama cabang-cabang kayu, dan log dengan kualitas rendah yang saat ini belum mempunyai nilai pemanfaatan yang memadai (Kasmudjo, 2010).
Papan tiruan ini mempunyai beberapa jenis yang diterapkan diberbagai industri pengolahan kayu. Pada kesempatan ini kita hanya membahas empat jenis papan tiruan, sebagai berikut.
Baca juga: 4 Cara Pembuatan Venir
1. Papan Laminasi
Jenis ini merupakan papan yang sistem kerjanya penyambungan antara sortimen yang satu dengan lainnya. Pada industri pengolahan kayu papan laminasi merupakan produk unit industri tambahan dari pabrik playwood (Kasmudjo, 2010). Alasannya karena produk ini mempunyai ketebalan lumber core antara 7-25 mm (kebanyakan 9-14 mm), sehingga disebut dengan blockboard.
Papan laminasi adalah salah satu jenis papan tiruan yang proses pembuatannya dari potongan kayu utuh yang digabungkan dengan perekat dan diberi tekanan dingin untuk menguatkan ikatan antar papan satu dengan lainnya.
Menurut Gusmawati et al. (2018) menyatakan bahwa papan laminasi mempunyai rata-rata nilai kadar air 11,05%, kerapatan MoE 0,66 gr/cm kubik dan MoR 463,84 kg/cm kuadrat.
2. Papan Partikel
Jenis ini merupakan hasil produk pengolahan kayu yang dibuat dengan potongan-potongan kecil kayu (hasil ketaman, serutan, partikel, chips) kemudian dicampur perekat hingga merata, selanjutnya dilakukan pengepresan pendahuluan dan pengepresan panas (Kasmudjo, 2010).
Kebanyakan papan partikel mempunyai jenis mempunyai ketahanan terhadap kelembapan, misalnya jenis exterior particelboard.
Papan partikel adalah papan tiruan jenis kayu pabrikan yang terbuat dari campuran keping kayu atau wood chips yang dicampur dengan lem resin sintetis dan dipres atau ditekan menjadi lembaran-lembaran keras dalam ketebalan tertentu.
Papan partikel ini biasanya lebih berat dari kebanyakan material kayu lainnya karena konten lemnya cenderung lebih banyak. Papan partikel ini mempunyai serat yang panjang dan karenanya mempunyai kekuatan pengikat yang lemah dan cenderung mudah remuk di ujungnya apabila diperlakukan dengan kasar.
3. Papan Serat
Jenis ini merupakan hasil produk pengolahan kayu yang dibuat dari bahan pulp dan dipres secara panas melalui prosedur tertentu sesuai dengan tujuan dan jenis papan serat yang diinginkan. Pembuatan papan serat ini tidak membutuhkan bahan penolong berupa perekat (Kasmudjo, 2010).
Papan serat merupakan salah satu papan tiruan yang dibuat dari serat kayu atau bahan serat berligo-selulosa lainnya, dimana ikatan utamanya diperoleh dari ikatan antar serat dengan bantuan pengempaan.
Papan serat dibagi atas dasar kerapatan yang terdiri dari dua golongan yaitu non compressed fiberboard dan compressed fiber board. Papan serat yang berkerapatan sedang mempunyai keunggulan antara lain mempunyai permukaan licin dan mudah dicetak, sifat permesain mudah, bagian tepi kuat sehingga tidak perlu dilaminasi, dapat diukir dan dibentuk.
4. Papan Semen
Jenis ini merupakan hasil produk pengolahan kayu yang dibuat dari serpih atau wol yang direkat dengan perekat anorganik berupa semen (Kasmudjo, 2010).
Papan semen merupakan jenis papan tiruan yang dibuat menggunakan semen sebagai perekatnya, sedangkan bahan bakunya berupa partikel kayu atau partikel bahan berlignoselulosa lainnya.
Ketika kita berpikir sesaat, bahwa semen ini berbau tentang kontruksi bangunan pada umumnya. Dimana semen ini mempunyai kemampuan untuk merekatkan batu yang satu dengan batu yang lainnya, sehingga menghasilkan kontruksi bagunan tertentu.
Semen ini juga dapat digunakan untuk bahan perekat pada kayu itu sendiri. Dimana produk papan semen itu dapat diartikan papan anorganik untuk menseplai industri perumahan rakyat (Perumnas). Perekat semen ini berkategori sebagai perekat anorganik.
Adapun tiga jenis perekat anorganik yaitu, calcined gymsum, porland cement, dan magnesite atau magnesium oxy-sulphate cement.
Menurut Kasmudjo (2010) menyatakan bahwa semen sebagai perekat harus dicampur dengan air dalam pemakaiannya. Dimana akan memberikan reaksi hidratasi (setting dan hardening) yang menyebabkan naiknya suhu atau panas.
Setting itu merupakan pengerasan permulaan yang terjadi dalam beberapa jam, sedangkan hardening adalah perkembangan kekuatan yang terjadi secara perlahan-lahan setelah setting.
Pada dasarnya semen yang dicampr dengan kayu akan mengakibatkan kenaikan suhu dan pengerasan walaupun tidak setinggi jika berupa semen saja (Kasmudjo, 2010).
Berdasarkan hal itu, maka hasilnya dinamai dengan papan semen. Menurut Kasmudjo (2010) menyatakan bahwa papan semen merupakan papan yang dibuat dari serpih atau wol yang direkat dengan perekat anorganik yaitu semen.
Papan semen ini memerlukan bahan baku tertentu. Bahan bakunya mempunyai ciri-ciri yaitu mempunyai berat jenis tidak terlalu tinggi dan kayu bulat kecil atau dapat juga limbah penggergajian.
Menurut Kasmudjo (2010) bahan baku untuk pembuatan papan semen harus memperhatikan sifat kimia dan fisiknya. Dimana sifat kimianya yang perlu diperhatikan ialah kadar ekstraktifnya (kadar gula, pati, quinon, phenol, dan lain sebagainya). Sedangkan untuk sifat fisiknya yang perlu diperhatikan ialah berat jenis dan kadar airnya, dimana pada umumnya berat jenis kayu yang lebih rendah mempunyai hasil yang lebih baik untuk papan semen dan untuk kadar airnya 13-20% untuk ukuran serpih atau wol.
Hasil produk papan semen yang berkualitas dapat dipengaruhi suhu hidratasinya. Menurut Kasmudjo (2010) menyatakan apabila suhu maksimal umumnya lebih besar dari 60 derajat C berarti baik, jika antara 55-60 derajat C berarti sedang dan jika di bawah 55 derajat C berarti kurang.
Baca juga: 6 Cara Penumpukan Sortimen Kayu
Sumber:
Gusmawati, E. (2018). Sifat Fisika dan Mekanika Papan Laminasi berdasarkan Warna dan Bidang Orientasi Kayu. (Doctoral dissertation, Universitas Mataram).
Kasmudjo. 2010. Teknologi Hasil Hutan. Cakrawala Media. Yogyakarta.
Lamboris Pane