4 Tanaman Sebagai Penghasil Minyak Atsiri
Postingan diperbarui 08 September 2021
Minyak atsiri merupakan suatu zat yang berbau khas yang terkandung dalam tanaman. Minyak atsiri ini mudah menguap karena mempunyai senyawa eter, sehingga minyak ini dapat disebut dengan minyak terbang.
Minyak atsiri diperoleh dari famili Pinaceae, Labiatea, Compositae, Lauraceae, Rutaceae, Zingbereceae, Umbelliferae, dan Myrtaceae. Minyak atsiri ini juga disebut dengan minyak menguap (volatile oil), minyak eteris (ethereal oil) dan minyak esensial (essential oil). Ada beberapa tanaman yang menghasilkan minyak atsiri diantara adalah tanaman cengkeh, tanaman nilam, tanaman kayu manis, dan tanaman kayu putih.
Berikut penjelasannya.
Baca juga: 5 Tanaman Penghasil Minyak Atsiri
1. Tanaman Cengkeh
Tanaman cengkeh adalah tanaman tahunan yang dapat tumbuh dengan tinggi 10-20 m. Tanaman cengkeh ini mempunyai cabang-cabang yang pada umumnya panjang dan dipenuhi oleh ranting-ranting kecil yang mudah patah.
Tanaman cengkeh memiliki daun cengkeh berwarna hijau berbentuk bulat telur memanjang dengan bagian ujung dan panggkalnya menyudut. Daun cengkeh ini mejemuk karena dalam satu ibu tangkai ranting daun dengan tangkai pendek serta berdahan.
Adapun klasifikasi Tanaman cengkeh, sebagai berikut.
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonae
Famili : Myrtales
Suku : Myrtaceae
Genus : Syzygium
Spesies : Syzygium aromaticum (L.) Merr dan Perry
Daun cengkeh diketahui sebagai salah satu penghasil senyawa metabolik sekunder yang dapat diketahui sebagai salah satu penghasil senyawa metabolik sekunder yang dapat dimanfaatkan sebagai pestisida nabati. Dimana senyawa-senyawa yang terdapat di daun cengkeh berperan aktif dalam menghambat pertumbuhan mikrooganisme seperti senyawa eugenol dan eugenol asetat.
Eugenol berperan aktif dalam mengambat pertumbuhan koloni, sporulasi, pigmentasi, dan pertumbuhan spora abnormal dari fusarium oxysporum. Minyak cengkeh berasal dari 3 sumber yaitu, minyak daun cengkeh (clove leaf oil), minyak tangkai cengkeh (clove stem oil), dan minyak bunga cengkeh (clove bud oil).
Minyak cengkeh atau minyak cengkih merupakan minyak atsiri yang dihasilkan dari penyulingan bagian tanaman cengkeh, terutama daun dan bunga cengkeh. Minyak cengkeh ini banyak mengandung zat antara lain, antibiotik, anti virus, anti jamur, dan antiseptik.
Minyak daun cengkeh memiliki cairan berwarna bening sampai kekuning-kuningan, mempunyai rasa yang pedas, keras, dan berbau aroma cengkeh. Akan tetapi warnanya dapat berubah menjadi coklat atau berwana unggu ketika terjadi kontak dengan besi atau akibat penyimpanan. Sifat-sifat dari senyawa eugenol pada minyak cengkeh ialah memiliki titik didih sebesar 253 derajat Celsius, berat jenis sebesar 1,06, indeks bias sebesar 1,533 dan titik nyata 110 derajat Celsius.
2. Tanaman Nilam
Klasifikasi
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi: Angiospermae
Famili : Labiatae
Genus : Pogostemon
Spesies : Pogostemon cablin Benth
Tanaman Nilam (Pogostemon cablin Benth) merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang memberikan kontribusi penting dalam dunia flavour dan fragrance terutama untuk industri parfum dan aroma terapi. Menurut Grieve (2002) menyatakan bahwa tanaman nilam ini berasal dari daerah tropis Asia Tenggara terutama Indonesia, Filipina, dan India.
Tanaman nilam tumbuh di daratan rendah sampai sedang (0-700 m dpl) mempunyai kadar minyaknya lebih tinggi dibandingkan dengan nilam yang tumbuh di darata yang tinggi (>700 m dpl) (Irawan, 2010).
Tanaman nilam sangat peka terhadap kekeringan, kemarau panjang setelah panen dapat menyebabkan tanaman mati. Sehingga tanaman ini dapat tumbuh di berbagai jenis tanah antara lain, andosol, latosol, regosol, podsolik, dan kambisol. Akan tetapi disarankan tanaman nilam di tanam di tanah yang gembur dan banyak mengandung humus.
Tanaman nilam ini dapat menghasilkan produk minyak atsiri nilam. Dimana minyak nilam ini berwarna kuning jernih dan berbau khas yang mengandung senyawa patchouli alcohol yang merupakan penyusun utama dalam minyak nilam dan kadarnya mencapai 50-60% (Irawan, 2010).
Patchouli alcohol merupakan senyawa seskuiterpen alkohol terseier trisklik, tidak larut dalam air, larut dalam alkohol, eter atau pelarut organik yang lain mempunyai titik didih 280,37 derajat Celsius dan kristal yang terbentuk memiliki titik leleh 56 derajat Celsius.
Menurut Irawan (2020) menyatakan bahwa selain senyawa Patchouli alcohol yang terdapat pada minyak nilam, ada juga komponen minor lainnya yang bersifat asam dan netral, misalnya senyawa 2-naftelenkarboksilat.
Minyak nilam dapat diperoleh dari bagian tumbuhan nilam, yaitu batang daun dan akar. Dimana dalam pengambilan minyak nilam dari batang dan daun menggunakan metode ekstraksi destilasi sebagai pelarut digunakan campuran normal heksana dan benzena. Menurut Irawan (2010) menyatakan bahwa banyaknya batang berpengaruh kepada kualitas minyak nilam, sedangkan komposisi pelarut dan lamanya waktu mempengaruhi besarnya rendemen.
Mutu minyak nilam dipengaruhi oleh keadaan tanah tempat tanaman itu tumbuh, umur, daun, cara pemotongan, pengeringan, teknik pemrosesan, kemasaman, dan varietas tanaman (Nainggolan, 2002).
Minyak nilam ini dapat dicampur dengan minyak eteris yang lain, mudah larut dalam alkohol dan sukar menguap. Hal ini disebabkan bahwa sifat minyak nilam digunakan sebagai fiksatif atau pengikat bahan-bahan penwangi lain.
Adapun sifat fisika dan kimia minyak atsiri nilam dalam SNI (Standar Nasional Indonesia) 1991, sebagai berikut.
- Bobot jenis dengan suhu 20 derajat C (0,943-0,983)
- Indeks bias dengan suhu 25 derajat C (1,504-1,520)
- Putaran optik (-47 sampai dengan -66)
- Bilangan asam (<5)
- Bilangan ester (<10)
- Kelarutan dalam alkohol 90% (Larut jernih dalam segala perbandingan)
- Minyak lemak (negatif)
- Minyak keruing (negatif, tidak nyata)
- Warna (Kuning muda-coklat tua)
- Minyak nilam dikategorikan sebagai komoditi ekspor, dimana Indonesia mampu mengeskpor ke berbagai negara sebesar 90% (Irawan, 2010).
Baca juga: Sifat-sifat Minyak Atsiri
3. Tanaman Kayu Manis
Klasifikasi
Divisi : Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Famili : Lauraceae
Genus : Cinnamomum
Spesies : Cinnamomum verum J. Presi
Kayu manis merupakan salah satu jenis rempah-rempah yang banyak ditemukan di wilayah Indonesia. Komoditi ini umumnya dijual dalam bentuk kulit kayu yang telah dikeringkan dan dapat digunakan sebagai bahan rempah-rempah dan bumbu masakan.
Menurut Solehudin (2001) ada tiga tipe kayu manis, sebagai berikut.
- Kayu manis Cetlon, merupakan tipe kayu manis dengan kulit bagian dalam yang kering dari tanaman Cinnamomum zeylanicum.
- Kayu manis Saigon, merupakan tipe kayu manis yang memiliki ketinggian sedang dimanfaatkan sebagai rempah-rempah dan tidak untuk penyulingan minyak secara komersial.
- Kayu manis Cassia, merupakan tipe kayu manis yang tumbuh setengah liar dan dibudidayakan di Cina bagian Tenggara.
Tanaman kayu manis yang dikembangkan secara kultural di Indonesia adalah Cinnamomum burmanii, yang berpusat di Sumatera Barat, dan Cinnamomum zaylanicum. Cinnamomum burmanii dibedakan menjadi dua jenis, yaitu jenis yang mempunyai pucuk daunmerah dan jenis yang berpucuk daun hijau. Dimana daun berpucuk daun merah menghasilkan kaulit yang labih baik mutunya, tetapi jumlah produknya lebih rendah dibandingkan dengan jenis berpucuk daun hijau (Muhammad, 1973).
Komposisi kimia kayu manis ini terdapat pada bagian kulit dalam kondisi kering yang bermutu baik pada umumnya mengandung minyak atsiri, pati, getah, resin, fixed oil, tanin, selulosa, zat warna, kalium oksalat dan mineral.
Minyak kayu manis dapat diperoleh dari proses ekstraksi sebagai berikut.
a. Esktraksi Pelarut
Ekstraksi pelarut ini merupakan proses menggunakan ekstraksi terpisah dengan trunel pemisah dan pencampur. Dalam proses ini pelarut dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok polar dan non polar. Dimana kelompok non polar tidak mempunyai potensial elektrik pada molekulnya, sedangkan pada kelompok polar mempunyai potensial elektrik pada molekulnya (Mellan, 1950).
b. Destilasi Uap
Destilasi uap adalah proses eksraksi menggunakan jalur vakum tinggi dan destilasi air. Dalam proses ini mempunyai keuntungan yaitu menghasilkan komponen flavor volatil dan unsur makanan utama non volatil. Sehingga komponen aroma yang dihasilkan harus senyawa volatil yang memberikan kontribusi pada bau (Reineccius, 1994).
Menurut Moyler (1991) menyatakan bahwa ekstraksi kulit kayu manis dengan menggunakan destilasi uap akan menghasilkan minyak kayu manis sedangkan ekstraksi dengan menggunakan pelarut akan menghasilkan oleoresin. Dimana kedua produk ini sangat dibutuhkan dalam industri pangan terutama industri es krim, permen, roti, dan biskuit yang digunakan sebagai pengganti katu manis utuh karena kemudahan dalam penggunaan dan keseragaman aroma yang dihasilkannya.
4. Tanaman Kayu Putih
Klasifikasi
Divisi : Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Famili : Myrtaceae
Genus : Melaleuca
Spesies : Melaleuca leucadendra (L.)
Minyak atsiri kayu putih atau sering disebut dengan Cajuput oil. Cajuput oil memiliki kemiripan dengan eukaliptus-flavor atau minyak essensial yang banyak digunakan dalam pembuatan permen-permen ternyata juga dimanfaatkan sebagai salah satu komponen dalam pembuatan produk konfeksioneri (Halimah, 1997).
Cajuput oil digunakan sebagai pembuatan produk konfeksioneri yang memberikan nilai tambah pada produk dengan kandungan senyawa-senyawa yang mampu menghangatkan tubuh. Cajuput oil memiliki kandungan senyawa-senyawa mikroba. Menurut Dharma (1985) bahwa minyak kayu putih/cajuput oil merupakan obat luar untuk sakit mulas, sakit kepala, sakit gigi, sakit telinga, kejang dan kaku pada kaki, berbagai jenis nyeri, luka bakar dan dapat digunakan sebagai obat dalam (internal).
Minyak atsiri kayu putih dapat diperoleh melalui proses penyulingan. Daun yang digunakan merupakan daun tanaman muda (tidak lebih dari 6 bulan) karena kandungan minyaknya lebih tinggi. Minyak ini bersifat mudah menguap dan mempunyai bau khas. Minyak ini sering dipalsukan melalui penambahan minyak tanah dan bensin (Nurramdhan, 2010).
Utomo dan Mujiburohman (2018) menyatakan bahwa minyak atsiri kayu putih menggunakan daun kering maupun basah semakin lama waktu penyulingan maka volume minyak yang diperoleh juga semakin banyak. Hal ini terjadi akibat adanya jumlah minyak yang terlarut dalam pelarut yang digunakan (air) pada dasarnya tergantung pada nilai kelarutan minyak atsiri kayu putih dalam air, yang ditandai dengan tidak terjadinya perubahan volume minyak meski lamanya waktu penyulingan ditambah.
Daun kering dapat menghasilkan volume lebih besar daripada daun segar. Hal ini disebabkan kandungan air yang berada pada daun segar yang mampu menghalangi difusi minyak yang tergandung pada daun kayu putih ke pelarut (uap air) sehingga minyak yang terkandung tidak terambil secara maksimal. Sedangkan daun kering tidak banyak mengandung air sehingga setelah dipotong dan didestilasi minyak kayu putih dapat terambil secara maksimal.
Kualitas minyak atsiri kayu putih yang bagus ditandai dengan warna kuning muda dan beraroma khas minyak kayu putih. Kualitas minyak atsiri kayu putih ini juga dapat diperhatikan banyaknya hasil rendemennya.
Menurut Utomo dan Mujiburohman (2018) menyatakan bahwa variabel daun segar menghasilkan rendemen minyak kayu putih yang sedikit (0,15-0,20%) dibandingkan dengan variabel daun kering (0,50-0,79%) yang diperoleh dengan operasi optimum pada suhu 100 derajat Celius dengan waktu destilasi 5 jam.
Nurramdhan (2010) menyatakan bahwa warna minyak kayu putih adalah hijau bening, yang disebabkan adanya tembaga dari ketel-ketel penyulingan miinyak kayu putih dan senyawa organik yang kemungkinan adalah klorofil. Untuk memisahkan senyawa tembaga dapat menggunakan larutan asam tartarat pekat. Namun apabila warna hijau tersebut disebabkan oleh klorofil atau bahan organik, maka minyak dapat dipucatkan dengan menggunakan karbon aktif. Proses rektifikasi dapat mengeliminasi warna yang tidak dilakukan di daerah-daerah produksi.
Petani atau pedagang perantara membuat minyak atsiri kayu putih yang kadang-kadang dicampur dengan asam lemak atau dengan kerosen. Bau minyak kayu putih sedemikian kerasnya sehingga saat dilakukan penambahan kerosen atau asam lemak, minyak kayu putih tersebut tidak menunjukkan perubahan bau.
Pengujian sederhana pedagang pribumi menggunakan cara mengocok minyak atsiri kayu putih didalam botol. Apabila membentuk busa dan gelombang-gelombang udara yang naik ke permukaan tidak segera hilang, hal ini menandakan bahwa adanya penambahan kerosen atau bensin kedalamnya (Nurramdhan, 2010).
Kandungan aroma yang berbentuk dari hijau daun (chlorophly) dimana unsur kandungan tersebut bersatu dengan glukosa yang menciptakan glukosida yang disalurkan ke seluruh tubuh tumbuhan. Tumbuhan akan menghasilkan zat penawar (enzim) yang menyerbu glukosida sehingga mengakibatkan terciptanya minyak atsiri.
Baca juga: Mengenal Oleoresin, Campuran Minyak Atsiri dan Resin
Sumber:
Dharma, A. P. 1985. Tanaman Obat Tradional Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta.
Grieve, M. 2002. Modern Herbal Patchouli. www. Botanical. com.
Halimah. 1997. Pembuatan Cajuput Candy sebagai salah Satu Alternatif Produk Konfeksioneri Khas Indonesia. [Skripsi]. IPB. Bogor.
Irawan, B. 2010 Peningkatan Mutu Minyak Nilam dengan Ekstraksi dan Destilasi pada berbagai Komposisi Pelarut. Universitas Diponegoro. Semarang.
Mellan, I. 1950. Industrial Solvent. Reinhold Publ. Co., New York.
Moyler, D. A. 1991. Oleoresin, Tinctures and Extracts. Di dlam Ashurts, P. R. Food Flavoring. Blackie and Sons Ltd. London.
Muhammad. 1973. Pedoman Bercocok Taman Kayu Manis (Cinnamomum sp.) Circular No. 27. Lembaga Penelitian Tanaman Industri. Bogor.
Nainggolan, R. 2002. Pemisahan Komponen Minyak Nilam (Pongostemon cablin Benth) dengan teknik Distilasi Fraksinasi Vakum. IPB. Bogor.
Nurramdhan, I. F. 2010. Daya Hambat Minyak Kayu Putih dan Komponen Penyusun Flavor Cajuput Candy terhadap Akumulasi Biofilm Streptococcus mutans dan Streptococcus sobrinus secara In Vitro. [Skripsi]. IPB. Bogor.
Reineccius. 1994. Sourece Book Flavors. Chapman and Hall. New York.
Utomo, D. B. G dan Mujiburihman, M. 2018. Pengaruh Kondisi Daun dan Waktu Penyulingan terhadap Rendemen Minyak Kayu Putih. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
Widiyanto,A. dan Siarudin M. 2013. Karakteristik Daun dan Rendemen Minyak Atsiri Lima Jenis Tumbuhan Kayu Putih. Balai Penelitian Teknologi Agroforestry. Ciamis-Banjar.