Makalah Orangutan | Pendahuluan, Isi, dan Kesimpulan
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah salah satu negara yang mempunyai kekayaan keanekaragaman spesies primata, dimana 80% primata dunia dapat ditemukan. Salah satu spesies primata tersebut adalah orangutan, yaitu satu-satunya spesies kera besar yang ditemukan di Asia (Supriatna dan Wahyono, 2000).
Populasi orangutan pada jaman pleistosen sebenarnya luas di dataran Cina, Asia Tenggara hingga di pulau Jawa. Orangutan dibedakan menjadi tiga spesies yaitu orangutan Sumatera (Pongo abelii), orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) dan baru-baru ini terdapat jenis baru orangutan yang berasal dari Sumatera Utara yaitu orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis) dan dinyatakan sebagai spesies kera besar terbaru di dunia (Haris et al., 2017).
Orangutan Sumatera dan Borneo saat ini diperkirakan berjumlah 71.820. Berdasarkan hasil Population and Habitat Viability Assessment (PHVA) orangutan 2016, jumlah itu ada di habitat seluas 17.460.000 ha. Populasi tersebut tersebar dalam 52 meta populasi atau kelompok terpisah/kantong populasi. Sementara 38% diantaranya diprediksi akan lestari atau viable dalam 100-150 tahun ke depan.
Orangutan pada habitatnya melakukan berbagai aktifitas harian diantaranya adalah makan, bergerak, istirahat dan bersosialisasi. Aktifitas sosial mereka meliputi perkawinan (kopulasi) dan bermain (Lubis, 1995). Semua orangutan membangun sarang yang biasa dipergunakannya untuk beristirahat pada siang dan malam hari. Sarang bagi orangutan dapat berfungsi sebagai tempat bermain, tempat berlindung, melahirkan anak, melakukan kopulasi dan aktifitas makan.
Kecepatan membuat sarang orangutan sangat cekatan dan terampil, ia mampu membuat sarang hanya dalam tempo dua samapi tiga menit, sarang-sarang orangutan biasanya tersebar di punggung bukit sebelah barat. Ini dimaksudkan supaya mereka terhindar dari panas matahari dan terlindung dari angin malam.
Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan penyusunan makalah orangutan tentang klasifikasi, morfologi, penyebaran, habitat, perilaku harian, daerah jelajah, perilaku bersarang, dan posisi sarang.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah makalah adalah bagaimana klasifikasi, morfologi, penyebaran, habitat dan konservasi, perilaku harian, daerah jelajah, perilaku bersarang, dan posisi sarang orangutan.
1.3 Tujuan Makalah
Tujuan makalah adalah memahami dan mengetahui klasifikasi, morfologi, penyebaran, habitat dan konservasi, perilaku harian, daerah jelajah, perilaku bersarang, dan posisi sarang orangutan.
Baca juga: 6 Satwa Liar Kalimantan dan Sumatera
II. ISI
2.1 Klasifikasi
Orangutan nama lainnya adalah mawas yaitu sejenis kera besar dengan lengan panjang dan berbulu kemerahan atau cokelat, yang hidup di hutan tropika Indonesia dan Malaysia, khususnya di Pulau Kalimantan dan Sumatera (Napier, 1967).
Orangutan Kalimantan bila sudah dewasa warna bulunya mengarah pada warna coklat kemerahan dan orangutan Sumatera berwarna lebih pucat (Galdikas, 1978).
Gallo et al. (1980) menyatakan bahwa kedua subspesies ini terisolasi secara geografis paling sedikit sejak 10.000 tahun yang lalu ketika permukaan laut antara Sumatera dan Kalimantan naik. Akibatnya, kedua pulau yang semula merupakan satu bagian dari Daratan Sunda ini terpisah menjadi dua pulau besar.
Isolasi tersebut menyebabkan munculnya beberapa genetis dan morfologis, tetapi ketika ditemukan kedua spesimen tersebut berada dalam kondisi yang sama misalnya dalam tangkapan, keduanya dengan mudah berkembangbiak dan menghasilkan keturunan. Pola-pola perilaku kedua subspesies tersebut hampir seluruhnya identik, walaupun ada perbedaan kemampuan sosialnya.
Orangutan yang hidup di pulau Sumatera dan Kalimantan tidak satu spesies melainkan satu genus yang masing-masing terdiri dari tiga spesies yaitu Pongo abelit dan Pongo tappanuliensis yang hidup di pulau Sumater dan spesies Pongo pygmaeus yang hidup di Kalimatan.
Klasifikasi orangutan
Filum: Chordata
Kelas: Mammalia
Ordo: Primates
Famili: Hominidae
Genus: Pongo
Spesies: Pongo spp.
2.2 Morfologi
Orangutan merupakan satu-satunya kera besar yang hidup di pohon dan orangutan dewasa mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
- Tubuh besar dengan berat berkisar antara 50-90 kg.
- Tubuh ditutupi oleh rambut berwarna coklat kemerahan.
- Tidak berekor.
- Ukuran tubuh yang jantan dua kali lebih besar daripada betina.
Menurut Galdikas (1986) orangutan Borneo adalah bagian dari keluarga besar kera dan merupakan mamalia arboreal terbesar. Satwa ini mempunyai rambut panjang dan kusut berwarna merah gelap kecoklatan, dengan warna pada bagian wajah mulai dari merah muda, merah hingga hitam. Berat orangutan borneo jantan dewasa bisa mencapai 50-90 kg dan tinggi badan 1,25-1,5 m. Sementara jantan betina mempunyai berat 40-50 kg dan tinggi 1 m.
Bagian tubuh seperti lengan yang panjang tidak hanya berfungsi untuk meraih makanan seperti buah-buahan, tetapi juga untuk berayun dari satu pohon ke pohon lainnya, menggunakan jangkauan dan kaki untuk pegangan yang kuat Pelipis seperti bantal yang dimiliki oleh orangutan borneo jantan dewasa membuat jantan dewasa mempunyai pelipis seperti bantal. Jakun yang dimiliki dapat digelembungkan untuk menghasilkan suara keras, yang digunakan untuk memanggil dan memberitahu keberadaan mereka.
2.3 Penyebaran
Orangutan hidup di daerah Asia, kera besar lainnya yaitu gorila, simpanse, dan bonodo ditemukan di wilayah Afrika. Total populasinya 90% berada di wilayah Indonesia, yaitu hanya dapat ditemukan di Borneo (Kalimantan) dan di bagian utara Sumatera.
Padahal menurut catatan fosil para ahli, orangutan hingga akhir Pleistone dapat ditemukan di sebagian besar hutan dataran rendah di Asia tenggara, dari kaki perbukitan Wuliang Shan di Yunan, Cina Selatan, sampai ke selatan pulau Jawa, dengan luas sebaran total yakni 1,5 juta km kuadrat (Rijksen dan Meijaard, 1999).
Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) dan orangutan Sumatera (Pongo abelii) terpisah secara geografis paling sedikit sejak 10.000 tahun yang lalu saat terjadi kenaikan permukaan air laut antar kedua pulau itu.
Orangutan lebih banyak ditemukan di hutan dataran rendah atau dibawah 500 m diatas permukaan laut dibandingkan di dataran tinggi. Hutan dan lahan gambut merupakan pusat dari daerah jelajah orangutan, karena lebih banyak menghasilkan tanaman berbuah besar dibandingkan dengan hutan Dipterocarpaceae yang kering dan banyak mempunyai pohon-pohon tinggi berkayu besar, seperti keruing.
Orangutan Borneo sangat rentan dengan gangguan-gangguan di habitatnya, semua sub-spesies orangutan Borneo adalah spesies langka dan sepenuhnya dilindungi oleh perundang-undangan Indonesia. Spesies ini diklasifikasikan oleh CITES ke dalam kategori Appendix I (spesies yang dilarang untuk diperdagangkan secara komersial karena sangat rentan terhadap kepunahan).
Beberapa ancaman utama yang dihadapi oleh orangutan Borneo adalah kehilangan habitat, pembalakan liar, kebakaran hutan, perburuan dan perdangangan orangutan untuk menjadi satwa peliharaan. Dalam satu dekade terakhir, di tiap tahunnya, paling tidak terdapat 1,2 juta ha kawasan hutan di Indonesia telah digunakan sebagai pertanian, perkebunan, pertambangan, dan pemukiman. Kebakaran hutan yang disebabkan oleh fenomena iklim badai El NiƱo dan musim kering berkepanjangan juga mengakibatkan kekurangan orangutan.
2.4 Habitat dan Konservasi
Orangutan banyak dijumpai di kawasan hutan hujan tropis dan menjadikan daerah ini sebagai habitatnya (Galdikas, 1986). Selanjutnya dijelaskan bahwa saat ini habitat orangutan dapat dikategorikan sebagai habitat in-situ atau hutan alam dan habitat eks-situ atau hutan binaan/rehabilitasilitasi dan reintroduksi, kebun binatang, dan lain sebagainya.
Apabila dikaitkan dengan usaha-usaha konservasi, maka kegiatan yang dilakukan di habitat tersebut dapat dikelompokkan menjadi kegiatan rehabilitasilitasi dan bukan rehabilitasilitasi. Rijksen dan Meijaard (1999) menjelaskan bahwa rehabilitasilitasi merupakan usaha untuk memberikan kesempatan kepada hewan yang biasa hidup terkurung supaya menyesuaikan diri kembali dengan kehidupan bebas dalam kondisi yang agak alami.
Usaha ini dilakukan untuk mendukung penegakan hukum berupa penyitaan orangutan dapat dihentikan. Selain itu rehabilitasilitasi juga merupakan alat pengelolaan di bidang konservasi alam karena individu-individu orangutan sitaan yang kemampuan mentalnya lebih maju hidup bebas ini dilatih agar mampu mempertahankan hidup dan bereproduksi di dalam kondisi liar.
Orangutan yang akan diliarkan kembali adalah satwa peliharaan hasil sitaan yang akan dikembalikan ke hutan, namun harus menjalani karantina terlebih dahulu dan pengobatan terhadap berbagai penyakit yang munkin dideritanya. Selanjutnya secara bertahap diperkenalkan kembali dengan kehidupan d hutan, yaitu dengan memberi makanan biasa, seperti pisang bubur pisang yang sudah dikunyah hingga lumat dipertahankan di dalam mulut untuk waktu yang lama, dan kemudian dimuntahkan di atas permukaan yang rata, dan kemudian dimakan kembali, sehingga permukaan itu tampak basah tetapi bersih sekali.
Beberapa diantara orangutan itu, bila sudah selesai menelan bubur pisang, akan mengambil kembali kulit pisang yang sebelumnya dibuang, dan mengulangi proses sebelumnya. Tujuan sebenarnya dari proses-proses ini yaitu untuk bermain-main dengan makanan hampir pasti akan menghasilkan cara-cara yang inovatif.
2.5 Perilaku Harian
Orangutan dewasa pada umumnya bangun tidur sekitar pukul 06.00 WIB dan tidur kembali sekitar 18.00 WIB. Beberapa saat setelah bangun kegiatan hariannya dimulai dengan mengeluarkan kotoran di luar sarang.
Jika disekitar sarang tercium bau khas kotoran dan urine berarti orangutan telah memulai perilaku hariannya, dan bila terjadi sebaliknya berarti orangutan masih berada di sarangnya. Selanjutnya orangutan akan menuju sumber makanan yang terdekat. Jika pohon tempar, bersarang tersebut juga merupakan pohon paka, maka orangutan akan langsung makan di pohon tersebut. Setelah itu aktivitasnya berkisar antara makan, istirahat, bergerak, dan sosial.
Galdikas (1986) menyatakan bahwa anak orangutan (jantan atau betina) umur 0-4 tahun biasanya berpegang pada induknya saat bergelantungan di pohon dan masih menyusu pada induknya, sedangkan pada umur 4-7 tahun anak orangutan akan berpindah bersama intuk dari satu pohon ke pohon lainnya tetapi sudah mulai terlepas dari induk, dan benar-benar akan bebas dari induk pada umur 7-12 tahun walaupun kadang-kadang akan bergerak pindah juga bersama induk dalam satuan lain (betina).
Mitani dan Rodman (1979) menyatakan bahwa aktivitas utama orangutan didominasi oleh kegiatan makan kemudian aktivitas istirahat, bermain, berjalan-jalan diantara pepohonan dan membuat sarang. Kegiatan membuat sarang ini umumnya dilakukan dalam persentase waktu yang relatif kecil.
Hutabarat et al. (2021) orangutan Sumatera rata-rata dalam satu hari orangutan menggunakan waktu 65% untuk melakukan aktivitas maka 16% untuk bergerak pindah, 17% untuk beristirahat, 1% untuk membuat sarang, dan 0,5% untuk aktivitas sosial.
2.6 Daerah Jelajah
Pada hutan yang berada dalam keadaan produktif, dalam arti tersedianya berbagai jenis bahan pakan yang dibutuhkan orangutan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kelangsungan hidupnya, biasanya di daerah ini terdapat populasi yang lebiih tinggi. Sehingga sebagian besar waktu dari orangutan ini akan hidup dalam daerah jelajah yang lebih kecil.
Pada umumnya produktifitas hutan yang lebih tinggi itu terjadi dalam kurun waktu dan tempat yang cukup teratur, sehingga para satwa itu tidak perlu menjelajah terlalu jauh mendapatkan makanan yang diperlukan sepanjang tahun (Deaner et al., 2006).
2.7 Perilaku Bersarang
Galdikas (1986) melihat aktifitas bersarang meliputi perlakuan terhadap cabang pohon dan pematahan dahan dalam rangka menyusun sarang untuk tidur yang diawali dengan mematahkan dan mengumpulkan cabang-cabang pohon untuk kemudan disusun menjadi sarang utuh, tetapi terkadang hanya berbentuk atap sebagai pelindung kepala jika hujan.
Orangutan umumnya membangun sarang terlebih dahulu memlih material sarang yang akan digunakan untuk membuat sarangnya, yaitu daun-daunan, cabang dan ranting-ranting kecil.
Orangutan membuat sarang baru pada pohon setiap malamnya sarang tersebut terdiri dari susunan dahan yang dibuat dalam beberapa menit pada tempat yang cocok misalnya di puncak pohon atau di cagak dahan. Dahan tersebut dipatahkan dan dibegkokkan, kemudian diletakkan tumpang tindih dan ditutupi dengan dahan-dahan kecil.
Orangutan terkadang juga menggunakan sarang lama dengan menggunakan cabang-cabang segar dari pohon sarang tersebut dan menggunakan sarang telah diperbaiki ini sebagai tempat bermalam (Paulina et al., 2001).
Proses pembuatan sarang kera besar terdiri dari:
- Pembuatan pondasi sarang, merupakan tahap yang sangat menentukan dari kesempurnaan bentuk sarang, material pondasi sarang berasal dari dahan pohon yang sangat kuat yang disusun menjadi satu sehingga terbentuk struktur yang saling menyilang.
- Pembuatan matras sarang, tahap dilakukan setelah pondasi sarang selesai dibuat, material dari matras berasal dari ranting-ranting yang terdapat disekitar pondasi sarang yang ditumpuk di atas pondasi sarang. Tujuan dari tahap ini adalah untuk menambah ketebalan sarang dan beberapa kasus dijumpai matras digunakan sebagai pelindung saat hujan.
- Pembuatan penopang kepala sebagai tahap akhiir dari proses pembuatan sarang, biasanya orangutan akan mengambil beberapa ranting dan diletakkan pada posisi kepala di dalam sarang sebagai bantal.
Baca juga: Flora dan Fauna di Taman Nasional Sebangau
Orangutan ketika membangun sarangya, terkadang menambahkan benda-benda tertentu yang dibuat sendiri dan bagian tambahan pada sarang untuk menambah kenyamanan sarang tersebut. Benda-benda yang dimaksud dapat berupa bantal dan selimut dari bagian pohon, sedangkan untuk bagian tambahan sarang bisa berupa atap dan sarang kosong di dekat sarang utama.
Bantal merupakan ranting kecil berdaun yang disusun pada salah satu sisi sarang. Selimut merupakan ranting lentur berdaun yang diletakkan di atas tubuh setelah orangutan berbaring di sarangya. Atap merupakan penutup yang dibuat dari jalinan dahan yang dianyam sehingga susunannya kuat dan hampir kedap air.
Sedangkan sarang kosong merupakan bangunan menyerupai panggung yang dibuat di atas sarang. Selain sarang malam, orangutan juga membuat sarang siang. Pembuatan sarang siang cenderung tidak sebaik sarang malam dari segi kekuatan konstruksinya, serta biasanya pada sarang siang tidak ditemukan bantal atau bagian tambahan sarang lain.
2.8 Posisi Sarang
Sarang dari orangutan mempunyai model untuk pembuatan sarang, umumnya orangutan mempunyai jenis dan posisi masing-masing berdasarkan kebiasaan dan kesukaan orangutan.
Berikut posisi sarang adalah:
- Posisi 0: Sarang terletak di tanah.
- Posisi I: Posisi sarang terletak di dekat batang pohon utama.
- Posisi II: Sarang berada di pertengahan atau di pinggir percabangan tanpa menggunakan pohon atau percabangan pohon lainnya.
- Posisi III: Posisi terlatak di puncak pohon.
- Posisi IV: Sarang terletak diantara dua cabang atau lebih dari tepi pohon yang berlainan.
KESIMPULAN
Kesimpulan makalah ini adalah:
- Orangutan Kalimantan bila sudah dewasa warna bulunya mengarah pada warna coklat kemerahan dan orangutan Sumatera berwarna lebih pucat.
- Orangutan Borneo adalah bagian dari keluarga besar kera dan merupakan mamalia arboreal terbesar.
- Orangutan hidup di daerah Asia, kera besar lainnya yaitu gorila, simpanse, dan bonodo ditemukan di wilayah Afrika.
- Orangutan banyak dijumpai di kawasan hutan hujan tropis dan menjadikan daerah ini sebagai habitatnya.
- Orangutan dewasa pada umumnya bangun tidur sekitar pukul 06.00 WIB dan tidur kembali sekitar 18.00 WIB.
- Berbagai jenis bahan pakan yang dibutuhkan orangutan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kelangsungan hidupnya, biasanya di daerah ini terdapat populasi yang lebiih tinggi.
- Aktifitas bersarang orangutan meliputi perlakuan terhadap cabang pohon dan pematahan dahan dalam rangka menyusun sarang untuk tidur yang diawali dengan mematahkan dan mengumpulkan cabang-cabang pohon untuk kemudan disusun menjadi sarang utuh, tetapi terkadang hanya berbentuk atap sebagai pelindung kepala jika hujan.
- Sarang dari orangutan mempunyai model untuk pembuatan sarang, umumnya orangutan mempunyai jenis dan posisi masing-masing berdasarkan kebiasaan dan kesukaan orangutan.
DAFTAR PUSTAKA
Deaner, R. O., Van Schaik, C. P., & Johnson, V. 2006. Do some taxa have better domain-general cognition than others? A meta-analysis of nonhuman primate studies. Evolutionary Psychology, 4(1), 147470490600400114.
Galdikas, B. M. F. 1978. Orangutan adaptation at Tanjung Puting Reserve, Central Borneo (Doctoral dissertation, University of California, Los Angeles).
Gallo, R. C., Wong-Staal, F., Markham, P. D., Ruscetti, F., Kalyanaraman, V. S., Ceccherini-Nelli, L., ... & Reitz, M. S. 1980. Recent studies with infectious primate retroviruses: some biological effects on fresh human blood leukocytes by simian sarcoma virus and gibbon ape leukemia virus. In; M. Essex, G. Todaro, and H. zur Hausen (eds.), Viruses in Naturally Occurring Cancer, vol. 7.
Haris, M., Soekmadi, R., & Arifin, H. S. (2017). Potensi daya tarik ekowisata suaka margasatwa bukit Batu kabupaten bengkalis provinsi riau. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan, 14(1), 39-56.
Hutabarat, C. E., Sjarmidi, A., & Rosleine, D. 2021. Aktivitas Harian Orangutan Kalimanan (Pongo pygmaeus) Pasca Pelapasliaran di Hutan Lindung Gunung Tarak, Kalimantan Barat. Zoo Indonesia, 27(2).
Mitani, J. C., & Rodman, P. S. 1979. Territoriality: the relation of ranging pattern and home range size to defendability, with an analysis of territoriality among primate species. Behavioral Ecology and Sociobiology, 5(3), 241-251.
Napier, J. R. 1967. Evolutionary aspects of primate locomotion. American Journal of Physical Anthropology, 27(3), 333-341.
Rijksen, H. D., & Meijaard, E. 1999. Our vanishing relative: the status of wild orang-utans at the close of the twentieth century (p. 19). Dordrecht: Kluwer Academic Publishers.
Supriatna, J., & Wahyono, E. H. 2000. Panduan lapangan primata Indonesia. Yayasan Obor Indonesia.
Lamboris Pane