Makalah Jelutung | Pendahuluan, Isi, dan Kesimpulan
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia mempunyai hutan tropis yang kaya akan jenis flora dan fauna, selain sebagai produsen oksingen antara lain juga berguna bagi sumber pembangunan dan industri. Salah satu flora yang dipandang masyarakat sebagai pendapatan secara ekonomi adalah kayu jelutung. Jelutung merupakan jenis pohon lokal yang memiliki banyak kegunaan dan potensi untuk dikembangkan. Pohon jelutung menghasilkan kayu yang berkualitas tinggi dan bernilai ekonomis. Getahnya mempunyai nilai ekonomi tinggi sebagai komoditi ekspor.
Kayu jelutung bermanfaat sebagai bahan baku industri pada kenyataanya banyak diambil dari pohon yang tumbuh secara alami yang banyak ditemukan di daerah Sumatera dan Kalimantan, dengan demikian bila tidak dilakukan pembudidayaannya dikhawatirkan ketersediaan pohon jelutung di hutan alam akan punah. Jenis ini menjadi langka akibat tingginya tingkat eksploitasi yang dilakukan masyarakat maupun perusahaan yang bergerak di bidang kehutanan tanpa diimbangi dengan kegiatan budidaya (Utami et al., 2009).
Menurut Tata et al. (2015) menyatakan bahwa pada era rehabilitasi rawa gambut, jelutung dipromosikan sebagai salah satu jenis andalan rawa gambut, yang tahan tumbuh di gambut yang tergenang. Dimana pertumbuhan tanaman jelutung relatif cepat, sehingga memungkinkan digunakan sebagai jenis rehabilitasi hutan dan lahan gambut.
Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan penulisan makalah tentang upaya pembangunan tanaman jelutung.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah adalah bagaimana cara budidaya, kegiatan pembibitan, penanaman, dan pemanenan, serta manfaat dari pohon jelutung?
1.3 Tujuan Makalah
Tujuan makalah adalah untuk memahami dan mengetahui cara budidaya, kegiatan pembibitan, penanaman, dan pemanenan, serta manfaat dari pohon jelutung.
Baca juga: Gambaran Umum Jelutung Rawa (Dyera polyphylla Miq.)
II. ISI
2.1 Botani
Jelutung mempunyai nama daerah anjarutung, gapuk, jalutung, jelutung gunung, lebuai, letung, melabuai, nyalutung, pidoron pada wilayah Sumatera, sedangkan pada wilayah Kalimantan disebut dengan jelutung bukit, pantung jarenang, pantung gunung, pantung kapur, pantung tembaga, dan pulut.
Berikut klasifikasi pohon jelutung adalah:
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Gentianles
Famili: Apocynaceae
Genus: Dyera
Spesies: Dyera costulata (Miq). Hook. f.
Jelutung dapat tumbuh dengan baik di tanah organosok dengan curah hujan tipe A dan B. Menurut klasifikasi iklim Oldeman, kategori A memiliki bulan basah lebih dari 9 kali berturut-turut dan tipe B memiliki bulan basah 7 hingga 9 kali berturut-turut.
Jelutung terdiri dari berbagai jenis yaitu Dyera costulata (jelutung bukit), Dyera polyhilia (jelutung yang tumbuh di paya-paya), dan Dyera lowii. Pohon ini dapat dijumpai di hutan alam Sumatera dan Kalimantan, tumbuh secara sporadis di hutan dataran rendah dan hutan dataran tinggi dengan ketinggian antara 300-400 m dpl. Pohon ini juga termasuk dalam pohon yang cepat tumbuh dan dalam pertumbuhannya memerlukan cahaya yang cukup kuat.
Pohon ini pada umumnya tubuh menyebar dengan jarak antara satu pohon dengan pohon lainnya 50 m. Dengan tekstur jelutung relatif halus, berwarna putih, seratnya searah, kulit batangnya berwarna abu-abu gelap atau hitam dan licin.
Bentuk batang jelutung ini slindris tanpa banir, tinggi mencapai 50-80 m, tinggi bebas cabangnya 15-30 m, diameter mencapai 300 cm dengan tajung yang tipis. Kulit batangnya berwarna kelabu kehitaman, permukaan halus dengan fisik agak persegi, kulit bagian dalam tebal, bila ditoreh akan keluar getah berwarna putih seperti susu kental. Percabangannya tumbuh secara beraturan melingkari batangnya dengan jumlah cabang antara 6-8 cabang warnanya sewaktu masih masih muda adalah merah kecoklatan.
Jelutung ini menggugurkan daunnya 1 kali dalam setahun. Bentuk daun bulat telur tetapi lebar di bagian atas mulai dari bagian tenah sampai berbentuk huruf A yang melebar di bagian tengah dengan ukuran daun 12-25 x 6-11 cm. Daun jelutung bertumpu pada satu tempat dalam bentuk lingkaran dan setiap lingkaran terdiri dari 6-8 helai daun. Setiap lingkaran daun dipisahkan oleh ruas-ruas yang cukup panjang dan daun tumbuh melengkung ke atas, bunga jelutung berwarna putih dan harum baunya.
Bunganya seperti karangan bunga berbentuk lingkaran dengan panjang 5-18 cm dan tidak berbulu. Dimana mahkota berwarna putih dengan pola cabang yang tidak terlalu rapat. Buah jelutung tergolong buah polong yang berbentuk lonjong memanjang, letak buahnya berpasangan dan satu sama lainnya membentuk sudut yang cukup lebar. Apabila telah mulai matang buahnya akan melengkung dengan arah ke atas dan ujung buahnya sedikit demi sedikit akan merekah dan terus pecah.
2.2 Budidaya
Salah satu membudidayakan jelutung ini adalah menggunakan teknik kultur in vitro yang merupakan teknik budidaya sel, jaringan dan organ tumbuhan dalam suatu lingkungan yang terkendali dan dalam keadaan aseptik atau bebas mikroorganisme. Teknik ini dapat juga disebut dengan kultur jaringan. Alasan cocoknya teknik ini dalam pembudidayaan terhadap pohon ini adalah bahwa teknik ini mempunyai potensi sangat besar dalam program pemuliaan serta penyediaan benih dan bibit berkualitas.
2.3 Kegiatan Pembibitan
Bibit jelutung diperoleh dari anakan yang dicabut dari lantai hutan alam maupun membuat persemaian dari biji jelutung. Jelutung bibitnya berasal dari anakan pohon diperoleh dengan cara pengumpulan anakan yang tumbuh dihutan alam atau daerah sekitarnya. Lalu anakan tersebut dimasukkan kedalam kantong plastik sebaiknya akar tungganya dipotong terlebih dahulu dan disimpan 1 bulan atau lebih ditempat yang teduh, disiram dua kali sehari pagi dan sore.
Kegiatan penanaman dilakukan secara hati-hati supaya akar baru tidak terganggu atau patah, untuk keperluan bibit yang banyak cara pembibitan dari bijinya akan lebih baik. Buah jelutung yang sudah matang dipetik. Memilih buah jelutung yang baik dengan kriteria mempunyai ukuran cukup besar. Memipih polong yang terdapat pada buah.
Biji yang sudah dikumpulkan dan dikeringkan, biji yang telah kering dapat disimpan di dalam kantong plastik dan dijaga agar tidak lembab. Biji jelutung mempunyai daya kecambah mencapai 80% bila disimpan dengan baik selama 1 minggu. Cara penyimpanan biji yang baik pada suhu udara 20-40 derajat celsius dengan kelembaban 60%. Apabila akan ditaburkan ditempat persemaian biji jelutung sebelumnya di rendam terlebih dahulu selama kurang lebih 2 jam dengan air dingin. Kegiatan Persemaian dilakukan diatas tanah berhumus dan berpasir dalam waktu kurang lebih 7 hari, sehingga biji jelutung akan mulai kelihatan berkecambah dan sudah dapat dimasukkan ke dalam polybag yang sebelumnya telah di isi tanah berhumus dan sedikit berpasir.
2.4 Kegiatan Penanaman
Kegiatan penanaman jelutung dilakukan waktu bibitnya telah mencapai tinggi kurang lebih 30 cm sudah dapat dipindahkan ke lapangan penanaman. Jarak penanaman dianjurkan antara 5 x 5 m atau 5 x 4 m sehingga 1 hektar diperlukan 400-500 anakan, sudah termasuk untuk keperluan penyulaman atau mengganti tumbuhan yang mati. Jelutung umur 5 tahun tingginya mencapai 5 m dengan diameter 5,2-5,5 cm.
2.5 Kegiatan Pemanenan
Kegiatan pemanenan pohon jelutung dilakukan pada umur 30-40 tahun dengan diameter batang mencapai 40-60 cm. Sifat kayu jelutung sangat mudah diserang jamur biru atau blue stain penangannya memerlukan perlakuan yang sangat cepat. Pengupasan kulit batang bila tidak segera disemprot dengan fungisida akan mempercepat dan memperluas serangan jamur baru, untuk menghindarinya maka balok-balok kayu harus segera diangkut ke tempat pengolahannya. Kayu jelutung juga diserang oleh rayap, menghindari hal tersebut maka kayu direndam dengan larutan CCA atau Copper Cromme Arsenate dengan kebutuhan 1-1,6 kg untuk setiap meter kubik kayu.
Getah jelutung diperoleh dari pohon yang umumnya sudah mencapai 6 tahun ke atas, siklus penyadapannya dilakukan antara 3-4 tahun sekali. Penyadapan getah jelutung yang selama ini banyak dilakukan oleh masyarakat sekitar hutan alam yang cenderung tidak teratur alur sadapan atau korteks dibuat lebar tidak teratur pada setiap pohon jelutung. Getah jelutung yang dikumpulak selanjutnya dapat digumpalkan atau dikoagulasi dengan cara mencampurkan tawas atau asam asetat selanjutnya diproses menjadi bongkahan dengan cara direbus sehingga memudahkan dalam pengangkutan dan pemasarannya.
2.6 Manfaat
Jelutung dapat menghasilkan getahnya, getahnya ini memperoleh nilai ekonominya dengan sebagai bahan baku pembuatan permen karet atau gum base atau pembuatan kerajinan tangan, sehingga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat itu sendiri. Pohon ini juga mempunyai kemampuan beradaptasi pada lahan rawa yang baik yang dapat dimanfaatkan sebagai rehabilitasi lahan rawa terdegradasi.
Kayu jelutung mengandung 0,57 selulosa 13% pentasan, dan 0,6% abu sehingga mempunyai sifat pengolahan yang relatif baiik mudah dikeringkan, mudah digergaji walaupun bergetah. Selain itu, kayu ini mudah dikerjakan, mudah dipaku atau diskrup, mudah diberi warna, dan memberikan hasil yang sangat baik bila dipernis atau dipolitu. Oleh sebab itu, kayu jelutung dimanfaatkan sebagai bahan kayu lapis, pembuatan pulp dan kertas, industri potlot atau pencil slate, bahan pembungkus, moulding, perabotan rumah tangga, patung, dan lain-lain.
Baca juga: 3 Metode Penyiapan Lahan Pohon Jelutung
III. KESIMPULAN
Kesimpulan makalah jelutung adalah:
- Budidaya jelutung menggunakan teknik kultur in vitro yang merupakan teknik budidaya sel, jaringan dan organ tumbuhan dalam suatu lingkungan yang terkendali dan dalam keadaan aseptik atau bebas mikroorganisme.
- Kegiatan pembibitan jelutung diperoleh dari anakan yang dicabut dari lantai hutan alam maupun membuat persemaian dari biji jelutung.
- Kegiatan penanaman jelutung dilakukan waktu bibitnya telah mencapai tinggi kurang lebih 30 cm sudah dapat dipindahkan ke lapangan penanaman.
- Kegiatan pemanenan pohon jelutung dilakukan pada umur 30-40 tahun dengan diameter batang mencapai 40-60 cm.
- Manfaat kayu jelutung sebangai bahan kayu lapis, pembuatan pulp dan kertas, industri potlot atau pencil slate, bahan pembungkus, moulding, perabotan rumah tangga, patung, dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Tata, H. L., Sofiyuddin, M., Mulyoutami, E., & Perdana, A. 2015. Jelutung Rawa: Teknik Budidaya dan Prospek Ekonominya. World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast Asia Regional Program, Bogor.
Pengenalan Tanaman Jelutung (Dyera sp). https://dlhk.bantenprov.go.id (diakses pada tanggal 06 September 2021).
Utami, S., Asmaliyah, A., & Siahaan, H. 2009. Identifikasi Penyakit Pada Bibit Jelutung (Dyera Costulata Hook. F) Di Persemaian. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman, 6(1), 29-36.
Lamboris Pane